Wednesday, May 24, 2017

seksual pada lansia



BAB  I 
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kehidupan seksual merupakan bagian dari kehidupan manusia, sehingga kualitas kehidupan seksual ikut menentukan kualitas hidup. Hubungan seksual yang sehat adalah hubungan seksual yang dikehendaki, dapat dinikmati bersama pasangan suami dan istri dan tidak menimbulkan akibat buruk baik fisik maupun psikis termasuk dalam hal ini pasangan lansia.
Dewasa lanjut (Late adult hood) atau lebih dikenal dengan istilah lansia adalah periode dimana seseorang telah mencapai usia  diatas 45 tahun. Pada periode ini masalah seksual masih mendatangkan pandangan bias terutama pada wanita yang menikah, termasuk didalamnya aspek sosio-ekonomi. Pada pria lansia masalah terbesar adalah masalah psikis dan jasmani, sedangkan pada wanita lansia  lebih didominasi oleh perasaan usia tua atau merasa tua.  
Pada penelitian di negara barat, pandangan bias tersebut jelas terlihat. Penelitian Kinsey yang mengambil sampel ribuan orang, ternyata hanya mengambil 31 wanita dan 48 pria yang berusia diatas 65 tahun. Penelitian Masters-Jonhson juga terutama mengambil sampel mereka yang berusia antara 50-70 tahun, sedang penelitian Hite dengan 1066 sampel hanya memasukkan 6 orang wanita berusia di atas 70 tahun(Alexander and Allison,1995).
            Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa:
l  Banyak golongan lansia tetap menjalankan aktifitas seksual sampai usia yang cukup lanjut, dan aktifitas tersebut hanya dibatasi oleh status kesehatan dan ketiadaan pasangan.
l  Aktifitas dan perhatian seksual pasangan suami istri lansia yang sehat berkaitan dengan pengalaman seksual kedua pasangan tersebut sebelumnya.
l  Mengingat bahwa kemungkinan hidup seorang wanita lebih panjang dari pria, seorang wanita lansia yang ditinggal mati suaminya akan sulit untuk menemukan pasangan hidup.
Saat ini jumlah wanita di Indonesia yang memiliki Usia Harapan Hidup (UHH) diatas 45 tahun lebih meningkat dan pada usia tersebut wanita masih berharap dapat melakukan hubungan seksual secara normal. Karena faktor usia, hubungan seksual pada lansia umumnya memiliki frekwensi yang relatif rendah, sehingga diperlukan suatu penelaahan tentang masalah seksual pada lansia.
Fenomena sekarang, tidak semua lansia dapat merasakan kehidupan seksual yang harmonis. Ada tiga penyebab mengapa kehidupan seksual tidak harmonis. Pertama, komunikasi seksual diantara pasangan tidak baik. Kedua, pengetahuan seksual tidak benar. Ketiga karena gangguan fungsi seksual pada salah satu maupun kedua pihak bisa karena perubahan fisiologis maupun patologis.
Agar kualitas hidup lansia tidak sampai terganggu karena masalah seksual, maka setiap disfungsi seksual harus segra diatasi dengan cara yang benar dan ilmiah. Yang perlu diperhatikan dalam penanganan disfungsi seksual ialah pertama kita harus menentukan jenis disfungsi seksual dengan tepat, mencari penyebabnya, memberikan pengobatan sesuai penyebab dan untuk memperbaiki fungsi seksual seperti dijelaskan dalam makalah ini.

B.     Tujuan
1.      Tujuan Umum
Mengetahui masalah seksual pada masa usia lanjut
2.      Tujuan Khusus
a.       Mengetahui karakteristik masa usia lanjut
b.      Mengetahui perubahan-perubahan pada masa usia lanjut
c.       Mengetahui masalah seksual pada masa usia lanjut
d.      Mengetahui perubahan seksual pada pria lansia
e.       Mengetahui perubahan seksual pada wanita lansia
f.       Mengetahui cara mengatasi permasalah seksual pada masa usia lanjut

C.    Manfaat
1.      Bagi mahasiswa
Merupakan sumber tambahan informasi dan pengetahuan tentang permasalahan seksual pada masa usia lanjut sebagai acuan dalam memberikan pelayanan kebidanan pada saat praktik lapangan.
2.      Bagi institusi dan civitas akademika
Mengukur pengetahuan dan pengalaman mahasiswa dalam menyusun suatu makalah dengan mengambil dari berbagai sumber literature serta dijadikan sebagai sumber bacaan tambahan di perpustakaan






BAB II  
TINJAUAN PUSTAKA

A.    DEFENISI  MASA USIA LANJUT ( LATE ADULTHOOD)
Masa usia lanjut merupakan periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat.
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998).
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat  Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun. 
Menurut Bernice Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Tetapi bagi orang lain, periode ini adalah permulaan kemunduran. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan sosial sangat tersebar luas dewasa ini. Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok orang yang homogen . Usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda. Ada orang berusia lanjut yang mampu melihat arti penting usia tua dalam konteks eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup yang memberi mereka kesempatan-kesempatan untuk tumbuh berkembang dan bertekad berbakti . Ada juga lanjut usia yang memandang usia tua dengan sikapsikap yang berkisar antara kepasrahan yang pasif dan pemberontakan , penolakan, dan keputusasaan. Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri dan dengan demikian semakin cepat proses kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri.
Disamping itu untuk mendefinisikan lanjut usia dapat ditinjau dari pendekatan kronologis. Menurut Supardjo (1982) usia kronologis merupakan usia seseorang ditinjau dari hitungan umur dalam angka. Dari berbagai aspek pengelompokan lanjut usia yang paling mudah digunakan adalah usia kronologis, karena batasan usia ini mudah untuk diimplementasikan, karena informasi  tentang usia hampir selalu tersedia pada berbagai sumber data kependudukan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari.
Saparinah ( 1983) berpendapat bahwa pada usia 55 sampai 65 tahun merupakan kelompok umur yang mencapai tahap praenisium pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan daya tahan
tubuh/kesehatan dan berbagai tekanan psikologis. Dengan demikian akan timbul perubahan-perubahan dalam hidupnya.
Demikian juga batasan lanjut usia yang tercantum dalam Undang-Undang No.4 tahun 1965 tentang pemberian bantuan penghidupan orang jompo, bahwa yang berhak mendapatkan bantuan adalah mereka yang berusia 56 tahun ke atas. Dengan demikian dalam undang-undang tersebut menyatakan bahwa lanjut usia adalah yang berumur 56 tahun ke atas. Namun demikian masih terdapat perbedaan dalam menetapkan batasan usia seseorang untuk dapat dikelompokkan ke dalam penduduk lanjut usia.

B.     PERUBAHAN-PERUBAHAN FISIK DAN PSIKIS  YANG TERJADI PADA MASA USIA LANJUT
Perubahan-perubahan yang umum terlihat pada masa usia lanjut adalah ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Baik pria maupun wanita, pada usia lanjut mereka akan melakukan penyesuaian diri agar mereka tampak siap dan sesuai dengan masa usia lanjut tersebut secara baik ataupun tidak baik. Akan tetapi hasil yang diperoleh dari penyesuaian tersebut cenderung menuju dan membawa penyesuaian diri yang tidak baik daripada yang baik, terutama adalah terjadinya kemunduran fisik dan mental yang berlangsung secara perlahan dan bertahap.
1.      PERUBAHAN FISIK PADA MASA USIA LANJUT
Dengan bertambahnya usia, secara umum kekuatan dan kualitas fisik juga fungsinya mulai terjadi penurunan. Penurunan ini bisa berlangsung secara perlahan bahkan bisa terjadi secara cepat tergantung dari kebiasaan hidup pada masa usia muda.
Beberapa perubahan gangguan fisik yang timbul adalah sebagai berikut :
·         Perubahan pada kulit : kulit wajah, leher, lengan, dan tangan menjadi lebih kering dan keriput, kulit di bagian bawah mata membentuk seperti kantung dan lingkaran hitam dibagian ini menjadi lebih permanen dan jelas, warna merah kebiruan sering muncul di sekitar lutut dan di tengah tengkuk.
·         Perubahan otot : pada umumnya otot orang berusia madya menjadi lembek dan mengendur di sekitar dagu, lengan bagian atas, dan perut
·         Perubahan pada persendian : masalah pada persendian terutama pada bagian tungkai dan lengan yang membuat mereka menjadi agak sulit berjalan
·         Perubahan pada gigi : gigi menjadi kering, patah, dan tanggal sehingga kadang-kadang memakai gigi palsu
·         Perubahan pada mata : mata terlihat kurang bersinar dan cenderung mengeluarkan kotoran yang menumpuk di susdut mata, kebanyakan menderita presbiop atau kesulitan melihat jarak jauh, menurunnya akomodasi karena menurunnya elastisitas mata
·         Perubahan pada telinga : fungsi pendengaran sudah mulai menurun, sehingga tidak sedikit yang mempergunakan alat bantu pendengaran.
·         Perubahan pada sistem pernafasan : nafas menjadi lebih pendek dan sering tersengal-sengal, hal ini akibat terjadinya penurunan kapasitas total paru-paru, residu volume paru dan konsumsi oksigen basal, ini akan menurunkan fleksibilitas dan elastisitas dari paru

Selain ganggunan fisik yang bisa terlihat secara langsung, dengan bertambahnya usia sering pula disertai dengan perubahan-perubahan akibat penyakit kronis, obat-obat yang diminum akibat operasi yang menyiksa kesusahan secara fisik dan psikologis.
Beberapa gangguan fisik pada bagian dalam tersebut seperti :
·         Perubahan pada sistem syaraf otak : umumnya mengalami penurunan ukuran, berat, dan fungsi contohnya kortek serebri mangalami atropi.
·         Perubahan pada sistem cardiovascular : terjadi penurunan elastisitas dari pembuluh darah jantung dan menurunnya kardiak out put
·         Penyakit kronis misal diabetes melistus (DM), penyakit cardiovaskuler, hipertensi, gagal ginjal, kanker, dan masalah yang berhubungan dengan persendian dan syaraf
·         Beberapa operasi seperti prostatectomy, histrectomy, dan mastectomy.
Hasil penelitian menunjukkan timbulnya masalah prostatectomy meliputi gagal ereksi mencapai 12 % sampai timbulnya masalah tidak tercapainya ejakulasi sebesar 24 %, kanker prostate dan operasi prostad (hilangnya libido, gagal ereksi, volume ejakulasi)
·         Perubahan pada sistem ginjal, kandung kencing, dan ureter mengalami penurunan efisiensi, jumlah sel dalam ginjal mengalami penurunan menyebabkan gangguan pengeluaran toksin dan air dari tubuh.

2.      PERUBAHAN PSIKIS PADA MASA USIA LANJUT
Gangguan psikologis paling umum yang berpengaruh pada orang tua adalah timbulnya depresi, dimensia, dan mengigau. Hal ini lebih sering diakibatkan oleh perasaan sudah tua, sudah pikun, dan secara fisik sudah tidak menarik bagi pasangan. Perubahan akibat depresi dan dimensia bahkan sering mengganggu prilaku seksual  termasuk gangguan khayal yang dikaitkan dengan kecemburuan phatologis.
 Secara umum beberapa gangguan psikologis yang timbul adalah
·         Kecemasan (angietas)
·         Depresi
·         Rasa bersalah (guilty feeling)
·         Masalah perkawinan atau juga akibat dari rasa takut akan gagal dalam berhubungan seksual

Khusus pada perempuan, ada beberapa gangguan yang sangat berpengaruh besar terhadap sisi kewanitaannya  seperti :
·         Penurunan sekresi estrogen setelah menopause
·         Hilangnya kelenturan/elastisitas jaringan payudara
·         Cerviks yang menyusut ukurannya
·         Dinding vagina atropi ukurannya memendek
·         Berkurangnya pelumas vagina
·         Matinya steroid seks secara tidak langsung mempengaruhi aktivitas seks
·         Perubahan ageing meliputi penipisan bulu kemaluan, penyusutan bibir kemaluan, penipisan selaput lendir vagina dan kelemahan otot perineal

Ada prinsip perkembangan yang dinamakan  Multidirectional, dimana beberapa komponen menunjukkan pertumbuhan dan komponen lain nya malah menurun, lansia akan semakin arif, tapi menurun dalam tugas yang membutuhkan kecepatan memproses informasi, misalnya lansia baru mempelajari komputer.

Disamping itu ada beberapa gangguan mental yang paling umum yang berpengaruh pada orang tua adalah depresi, dimensia dan menggigau prilaku seksual mungkin berubah secara signifikan pada depresi dan dimensia . 

C.    MASALAH SEKSUAL PADA MASA USIA LANJUT
Sejalan dengan bertambahnya usia, masalah seksual merupakan masalah yang tidak kalah pentingnya bagi pasangan usia lanjut. Masalah ini meliputi ketakutan akan berkurangnya atau bahkan tidak berfungsinya organ sex secara normal sampai ketakutan akan kemampuan secara psikis untuk bisa berhubungan sex.
Disfungsi seksual dapat diartikan sebagai suatu keadaan di mana yang meliputi berkurangnya respon erotis terhadap orgasme, ejakulasi prematur, dan sakit pada alat kelamin sewaktu masturbasi.
Alexander dan Allison mengatakan bahwa pada dasarnya perubahan fisiologik yang terjadi pada aktivitas seksual pada usia lanjut biasanya berlangsung secara bertahap dan menunjukkan status dasar dari aspek vaskular, hormonal dan neurologiknya.

Perubahan fisiologik aktivitas seksual akibat proses penuaan bila ditinjau dari pembagian tahapan seksual menurut Kaplan adalah berikut ini :
1.      Fase desire
Dipengaruhi oleh penyakit, masalah hubungan dengan pasangan, harapan kultural, kecemasan akan kemampuan seks.  Hasrat pada lansia wanita mungkin menurun seiring makin lanjutnya usia, tetapi bias bervariasi. Interval untuk meningkatkan hasrat seksual pada lansia pria meningkat serta testoteron menurun secara bertahap sejak usia 55 tahun akan mempengaruhi libido.

2.      Fase arousal
·         Lansia wanita : pembesaran payudara berkurang; terjadi penurunan flushing, elastisitas dinding vagina, lubrikasi vagina dan peregangan otot-otot; iritasi uretra dan kandung kemih.
·         Lansia pria : ereksi membutuhkan waktu lebih lama, dan kurang begitu kuat; penurunan produksi sperma sejak usia 40tahun akibat penurunan testoteron; elevasi testis ke perineum lebih lambat.

3.      Fase orgasmic
·         Lansia wanita : tanggapan orgasme kurang intens disertai lebih sedikit konstraksil kemampuan mendapatkan orgasme multipel berkurang.
·         Lansia pria : kemampuan mengontrol ejakulasi membaik; kekuatan dan jumlah konstraksi otot berkurang; volume ejakulat menurun.

4.      Fase pasca orgasmic
Mungkin terdapat periode refrakter dimana pembangkitan gairah sampai timbulnya fase orgasme berikutnya lebih sukar terjadi.

Tabel perubahan fisiologi dari aktivitas seksual yang diakibatkan oleh proses menua
menurut Kaplan
Fase tanggapan seksual
Pada wanita lansia
Pada pria lansia
Fase desire
Terutama dipengaruhi oleh penyakit baik dirinya sendiri atau pasangan, masalah hubungan antar keduanya, harapan kultural dan hal-hal tentang harga diri. Desire pada lansia wanita mungkin menurun dengan makin lanjutny usia, tetapi hal ini bisa bervariasi.
Interval untuk meningkaatkan hasrat melakukan kontak seksual meningkat;hasrat sangat dipengaruhi oleh penyakit; kecemasan akan kemampuan seks dan masalah hubungan antara pasangan. Mulai usia 55 th testosteron menurun bertahap yang akan mempengaruhi libido.
Fase arousal
Pembesaran payudara berkurang, semburat panas dikulit menurun; elastisitas dinding vagina menurun; iritasi uretra dan kandung kemih meningkat;otot-otot yang menegang pada fase ini menurun.
M embutuhkan waktu lebih lama untuk ereksi; ereksi kurang begitu kuat; testosteron menurun;  produksi sperma menurun bertahap mulai usia 40 th; elevasi testis ke perinium lebih lambat dan sedikit; penguasaan atas ejakulasi biasany membaik.

Fase orgasmik(fase muskular)
Tanggapan orgasmik mungkin kurang intens disertai sedikit kontraksi; kemampuan untuk mendapatkan orgasme multipel berkurang dengan makin lanjutnya usia.
Kemampuan mengontrol ejakulasi membaik; kekuatan kontraksi otot dirasakan berkurang; jumlah kontraksi menurun; volume ejakulat menurun.
Fase pasca orgasmik
Mungkin terdapat periode refrakter, dimana pembangkitan gairah secara segera lebih sukar.
Periode refrakter memanjang secara fisiologis, dimana ereksi dan orgasme berikutnya lebih sukar terjadi.

Disfungsi seksual pada lansia tidak hanya disebabkan oleh perubahan fisiologik saja, terdapat banyak penyebab lainnya seperti:
1.      Penyebab iatrogenic
Tingkah laku buruk beberapa klinisi, dokter, suster dan orang lain yang mungkin membuat inadekuat konseling tentang efek prosedur operasi terhadap fungsi seksual.
2.      Penyebab biologik dan kasus medis
Hampir semua kondisi kronis melemahkan baik itu berhubungan langsung atau tidak dengan seks dan system reproduksi mungkin memacu disfungsi seksual psikogenik

Beberapa masalah umum yang sering timbul dalam gangguan seksual pada lansia adalah sebagai berikut :
  • Gangguan hasrat
  • Tahap pemanasan
  • Orgasme
  • Rasa nyeri
  • Sakit fisik
  • Obat dan alkohol
·         Gangguan yang tidak khusus

Beberapa hal yang dapat menyebabkan masalah kehidupan seksual antara lain :
1.      Infark miokard
Mungkin mempunyai efek yang kecil pada fungsi seksual. Banyak pasien segan untuk terlibat dalam hubungan seksual karena takut menyebabkan infark.

2.      Pasca stroke
Masalah seksual mungkin timbul setelah perawatan di rumah sakit karena pasien mengalami anxietas akibat perubahan gambaran diri, hilangnya kapasitas, takut akan kehilangan cinta atau dukungan relasi serta pekerjaan atau rasa bersalah dan malu atas situasi. Pola seksual termasuk kuantitas dan kualitas aktivitas seksual sebelum stroke sangat penting untuk diketahui sebelum nasehat spesifik tentang aktivitas seksual ditawarkan. Karena sistem saraf otonomik jarang mengalami kerusakan pada stroke, maka respon seksual mungkin tidak terpengaruh.
Libido biasanya tidak terpengaruh secara langsung. Jika terjadi hemiplegi permanent maka diperlukan penyesuaian pada aktivitas seksual. Perubahan penglihatan mungkin membatasi pengenalan orang atau benda-benda, dalam beberapa kasus, pasien dan pasangannya mungkin perlu belajar untuk menggunakan area yang tidak mengalami kerusakan. Kelemahan motorik dapat menimbulkan kesulitan mekanik, namun dapat diatasi dengan bantuan fisik atau tehnik “bercinta” alternatif. Kehilangan kemampuan berbicara mungkin memerlukan sistem non-verbal untuk berkomunikasi.

3.      Kanker
Masalah seksual tidak terbatas pada kanker yang mengenai organ-organ seksual. Baik operasi maupun pengobatan mengubah citra diri dan dapat menyebabkan disfungsi seksual (kekuatan dan libido) untuk sementara waktu saja, walaupun tidak ada kerusakan saraf.

4.      Diabetes mellitus
Diabetes menyebabkan arteriosklerosis dan pada banyak kasus menyebabkan neuropati autonomik. Hal ini mungkin menyebabkan disfungsi ereksi dan disfungsi vasokonstriksi yang memberikan kontribusi untuk terjadinya disfungsi seksual.

5.      Arthritis
Beberapa posisi bersenggama adalah menyakitkan dan kelemahan atau kontraktur fleksi mungkin mengganggu apabila distimulasi secara memadai. Nyeri dan kaku mungkin berkurang dengan pemanasan, latihan, analgetik sebelum aktivitas seksual.

6.      Rokok dan alkohol
Pengkonsumsian alkohol dan rokok tembakau mengurangi fungsi seksual, khususnya bila terjadi kerusakan hepar yang akan mempengaruhi metabolisme testoteron. Merokok juga mungkin mengurangi vasokongesti respon seksual dan mempengaruhi kemampuan untuk mengalami kenikmatan.

7.      Penyakit paru obstruktif kronik
Pada penyakit paru obstruktif kronik, libido mungkin terpengaruh karena adanya kelelahan umum, kebutuhan pernafasan selama aktivitas seksual mungkin dapat menyebabkan dispnoe, yang mungkin dapat membahayakan jiwa.

8.      Obat-obatan
Beberapa obat-obatan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, antara lain beberapa obat anti hipertensi, estrogen, anti psikotik, sedatif, dan lain-lain.



Seiring proses penuaan, kemampuan seksualitasi juga akan mengalami penurunan. Kemampuan untuk mempertahankan seks yang aktif sampai usia lanjut bergantung hanya pada beberapa faktor yaitu kesehatan fisik dan mental, dan eksistensi yang aktif serta pasangan yang menarik. Perubahan perilaku sekspada pria yang memasuki masa tua meliputi berkurangnya respon erotis terhadap orgasme, ejakulasi prematur, dan sakit pada alat kelamin sewaktu masturbasi.

Beberapa perubahan masalah seksualitas yang terjadi pada pria lansia adalah :
a.       Produksi testoteron menurun secara bertahap. Penurunan ini mungkin juga akan menurunkan hasrat dan kesejahteraan . Testis menjadi lebih kecil dan kurang produktif. Tubular testis akan menebal dan berdegenerasi. Perubahan ini akan menurunkan proses spermatogenesis, dengan penurunan jumlah sperma tetapi tidak mempengaruhi kemampuan untuk membuahi ovum
b.      Kelenjar prostat biasanya membesar, di mana hipertrofi prostate jinak terjadi pada 50% pria diatas usia 40 tahun dan 90% pria diatas usia 80 tahun. Dan hipertrofi prostat jinak ini memerlukan terapi. Namun hal ini dibahas lebih lanjut dalam pembahasan sistem traktus urinarius.
c.       Respon seksual terutama fase penggairahan, menjadi lambat dan ereksi yang sempurna mungkin juga tertunda. Elevasi testis dan vasokongesti kantung skrotum berkurang, mengurangi intensitas dan durasi tekanan pada otot sadar dan tak sadar serta ereksi mungkin kurang kaku dan bergantung pada sudut dibandingkan pada usia yang lebih muda. Dan juga dibutuhkan stimulasi alat kelamin secara langsung untuk untuk menimbulkan respon. Pendataran fase penggairahan akan berlanjut untuk periode yang lebih lama sebelum mencapai osrgasme dan biasanya pengeluaran pre-ejakulasi berkurang bahkan tidak terjadi.
d.      Fase orgasme, lebih singkat dengan ejakulasi yang tanpa disadari. Intensitas sensasi orgasme menjadi berkurang dan tekanan ejakulasi serta jumlah cairan sperma berkurang. Kebocoran cairan ejakulasi tanpa adanya sensasi ejakulasi yang kadang-kadang dirasakan pada lansia pria disebut sebagai ejakulasi dini atau prematur dan merupakan akibat dari kurangnya pengontrolan yang berhubungan dengan miotonia dan vasokongesti, serta masa refrakter memanjang pada lansia pria. Ereksi fisik frekuensinya berkurang termasuk selama tidur.
e.       Penurunan tonus otot menyebabkan spasme pada organ genital eksterna yang tidak biasa. Frekuensi kontaksi sfingter ani selama orgasme menurun.
f.       Kemampuan ereksi kembali setelah ejakulasi semakin panjang, pada umumnya 12 sampai 48 jam setelah ejakulasi. Ini berbeda pada orang muda yang hanya membutuhkan beberapa menit saja.
g.      Ereksi pagi hari (morning erection) juga semakin jarang terjadi. Hal ini tampaknya berhubungan dengan semakin menurunnya potensi seksual. Oleh karena itu, jarang atau seringnya ereksi pada pagi hari dapat menjadi ukuran yang dapat dipercaya tentang potensi  seksual pada seorang pria. Penelitian Kinsey, dkk menemukan bahwa frekuensi ereksi pagi rata-rata 2,05 perminggu pada usia 31-35 tahun dan hal ini menurun pada usia 70 tahun menjadi 0,50 perminggu. Meski demikian, berdasarkan penelitian, banyak golongan lansia tetap menjalankan aktivitas seksual sampai usia yang cukup lanjut, dan aktivitas tersebut hanya dibatasi oleh status kesehatan

1.      IMPOTENSI ATAU DISFUNGSI EREKSI PADA PRIA LANSIA

a.      Defenisi impotensi atau disfungsi ereksi pada pria lansia
Impotensi atau Disfungsi ereksi (DE) adalah ketidakmampuan secara konsisten untuk mencapai dan / atau mempertahankan ereksi sedemikian rupa sehingga mencapai aktivitas seksual yang memuaskan. (Vinik, 1998). Secara umum impotensia dibedakan menjadi impotensia coendi (ketidakmampuan untuk melakukan hubungan seksual), impotensia erigendi (tidak mampu ber-ereksi) dan impotensia generandi (tidak mampu menghasilkan keturunan). Prevalensi DE sekitar  52% pada pria di antara 40-70 tahun dan bahkan  lebih besar pada pria yang lebih tua.
Untuk timbul ereksi diperlukan adanya rangsangan yang bisa berasal dari rangsangan psikologik (fantasi, bayangan erotik), olfaktorik (bau-bauan) dan rangsangan sentuh atau rabaan. Rangsangan tersebut melalui jalur kortiko-talamikus, limbik maupun talamo-retikularis dan sebaliknya kemudian akan diteruskan ke susunan saraf ototnom (parasimpatis) akan menyebabkan vasodilatasi korpus kavernosa penis. Setelah aktivitas seksual terjadi, saraf simpatis akan membantu terjadinya ejakulasi.  Dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa proses ereksi menyangkut berbagai fungsi diantaranya saraf, vascular, hormonal, psikologik dan kimiawi

b.      Etiologi  impotensi atau disfungsi ereksi pada pria lansia
Secara garis besar DE dapat dibagi menjadi 2 bagian besar sebagai berikut:
1)      DE organik, sebagai akibat gangguan akibat gangguan endokrin, neurogenik, vaskuler (aterosklerosis atau fibrosis).
·         DE endokrinologik biasanya berupa sindroma ADAM (Androgen Deficiency in the Aging Male), yang merupakan hipogonadisme pada lansia. DE tipe ini disebabkan oleh gangguan testikular baik primer maupun sekunder. Selain itu juga dapat disebabkan oleh penyakit yang menyebabkan hiperprolaktinemia, hipertiroid, hipotiroid dan Cushing’s disease.
·         DE neurogenik dapat disebabkan oleh gangguan jalur impuls terjadinya ereksi. Lesi dilobus temporalis sebagai akibat trauma atau multiple scelrosis stroke, gangguan atau rusaknya jalur asupan sensorik misalnya pada polineuropati diabetik, tabes dorsalis atau penyakit ganglia radiks dorsalis medula spinalis, juga pada gangguan nervus erigentes akibat pasca prostatektomi total atau operasi rektosigmoid.
·         DE vaskuler merupakan DE yang paling sering pada lansia yang mungkin berhubungan erat dengan prevalensi penyakit aterosklerosis yang tinggi pada lansia. Gangguan aliran darah arteri ke korpus kavernosus seperti bekuan darah, aterosklerosis, atau hilangnya kelenturan dinding pembuluh darah dapat menyebabkan DE. Selain itu DE bisa terjadi pada penyakit Leriche, yaitu obstruksi di pangkal bifurkasio a. iliaka di daerah a.abdominalis. Serta penyakit Peyronie mengakibatkan pengisian darah tidak sempurna yang akan menyebabkan DE.

2)      DE psikogenik, sebelum ini selalu dikatakan sebagai penyebab utama DE, namun menurut penelitian hal ini tidak benar. Justru penyebab utama DE pada lansia  gangguan organik, walaupun faktor psikogenik ikut memegang peranan.  DE jenis ini yang berpotensi reversibel  potensial biasanya yang disebabkan oleh kecemasan, depresi, rasa bersalah, masalah perkawinan atau juga akibat dari rasa takut akan gagal dalam hubungan seksual.  

Ada pendapat yang mengatakan bahwa impotensi merupakan akibat masturbasi yang dahulu atau karena terlalu sering ejakulasi atau sebailiknya karena terlalu lama menahan dan tidak disalurkan hasrat seks-nya itu. Namun penelitian membuktikan bahwa ejakulasi atau tidak ejakulasi dalam waktu yang lama tidak langsung mengganggu kesehatan. Masters dan Johnson mengatakan bahwa ereksi dan ejakulasi tidak dapat dipelajari karena hal ini terjadi secara reflektoris.
Selain yang telah disebutkan di atas, sekitar 25 % DE disebabkan oleh obat-obatan terutama obat antihipertensi ( Reserpin, ß blocker, guanethidin dan metildopa), alkohol, simetidin, antipsikotik, antidepresan, lithium, hipnotik sedatif, dan hormon-hormon seperti estrogen dan progesteron.

c.       Diagnosa  impotensia atau disfungsi ereksi pada pria lansia
Ada kemungkinan para lansia yang mengalami disfungsi ereksi akan mencari pertolongan pada dokter, hal pertama yang perlu dilakukan dokter adalah memberikan perasaan nyaman pada pasien dengan menjelaskan bahwa disfungsi ereksi merupakan hal biasa yang dialami oleh para lansia pria dan berusaha mencarikan solusi yang efektif hingga hal ini akan menenangkan diri pasien. Setiap pasien memiliki privasi, oleh karena itu perlu ditanyakan apakah pasien ingin mendiskusikan hal ini dengan atau tanpa pasangannya, namun cara yang terbaik adalah bersama pasangan. Karena pandangan serta dukungan dari pasangan seksual mereka sangat berharga dan dapat mengembalikan kepercayaan diri pasien untuk kembali memulai lagi fungsi seksualnya dan secara tidak langsung dapat membantu mengatasi masalah disfungsi ereksi.
Selain dari segi psikologis perlu juga digali apakah disfungsi ereksi yang terjadi murni disfungsi ereksi psikogenik atau ada penyakit atau kelainan lain yang menyebabkan terjadinya disfungsi ereksi. Bila terdapat penyakit atau kelainan yang mendasari terjadinya disfungsi ereksi maka perlu ditangani penyakit dan kelainan yang mendasarinya. Peninjauan terhadap obat-obatan yang selama ini dikonsumsi oleh pasien juga perlu diperhatikan.
Selain dari anamnesa perlu juga diadakan suatu pemeriksaan fisik untuk mengetahui ada tidaknya disfungsi ereksi:

·         Apakah ada tanda-tanda penyakit vaskuler, seperti arteri femoral dan perifer berkurang atau terdengar bruit.
·         Adakah perubahan kulit. Turgor menurun mengakibatkan kulit menjadi kurang elsatis.
·         Adakah perubahan neuropati otonom (simpatis dan parasimpatis) seperti adanya reflek bulbo kavernosus dan kremaster.
·         Adakah gejala hipotensi ortostatik.
·         Adakah gejala neuropati perifer seperti DM, alkoholisme, kekurangan vitamin B1, dan lain-lain.
·         Pemeriksaan genitalia, adanya atrofi testis atau dan plak pada peyronie’s disease. Peyronie’s disease adalah keadaan dimana terjadi kelainan anatomis penis, berupa tumbuhnya jaringan ikat atau plak yang tidak biasa pada jaringan penis sehingga aliran darah dalam badan kavernosa penis terganggu untuk mencapai ereksi.
·         Pemeriksaan rektal untuk melihat prostate.
·         Pemeriksaan laboratorium  umum diperlukan untuk menentukan adanya kondisi medis penyerta, faktor resiko vaskular atau endokrin yang abnormal.
·         Pemeriksaan hormone testoteron dan prolaktin.

d.      Terapi impotensi atau disfungsi ereksi pada pria lansia
Phosphodiesterase-5 (PDE5) inhibitors merupakan terapi pilihan utama untuk disfungsi ereksi. PDE5 berada di jaringan kavernosa penis dan akan mendegradasi cyclic 3' 5' guanosine monophosphate (cGMP) yang bila bekerja bersama nitrat oksida akan menyebabkan relaksasi otot. Oleh karena itu dengan menghambat PDE5, obat ini berpotensi untuk mendorong terjadinya ereksi. Namun obat ini menjadi kontra indikasi pada pasien yang mendapatkan terapi nitrogliserin atau golongan nitrat lainnya, karena efeknya dapat menyebabkan tekanan darah turun drastis dan penurunan perfusi arteri koroner dan dapat menyebabkan miokard infark. Pemakaian obat ini bersama obat-obatan alfa bloker.
Salah satu obat yang sangat populer di dunia untuk mengatasi DE adalah sildenafil sitrat (Viagra ®). Obat ini bekerja dengan jalan mem-blok pemecahan GMP siklik yang mempertahankan vasodilatasi korpora kavernosa, tetapi obat ini hanya bisa diberikan bila keadaan vaskuler penis masih intak. Seperti PDE5  obat ini juga menjadi kontraindikasi pada pemakaian obat-obatan golongan nitrat karena dapat menyebabkan hipotensi bahkan syok (Vinik, 1998).
Karena tidak menstimulasi  pembentukan cGMP, melainkan hanya memperkuat / memperpanjang daya kerjanya, sildenafil tidak efektif jika belum / tidak terdapat stimulasi atau eksitasi seksual. Efek samping Sildenafil umumnya bersifat singkat dan tidak begitu serius, yang tersering berupa sakit kepala, muka merah, gangguan penglihatan (buram sampai melihat segala sesuatu kebiru-biruan), dan mual, yang kesemuanya berkaitan dengan blokade PDE5 inhibitor yang terdapat di seluruh tubuh. Obat lain yang kini beredar antara lain Alprostadil (Caverject ®, Muse ®), Vardenafil (Levitra ®), dan Tadalafil (Cialis ®).
Apomorfin (Uprima ®) adalah agonis dopamin dengan afinitas bagi reseptor-D1 dan -D2 di hipotalamus yang terkait antara lain pada regulasi ereksi. Daya erektogennya berdasarkan efek terhadap afinitas lokal dari nitrogenmonoksida, kemudian konversi guanyltriphosphate menjadi cGMP. Reaksi ini menimbulkan relaksasi otot-otot licin dari corpus cavernosum, yang dapat terisi darah dan terjadilah ereksi. Setelah penggunaan sublingual kadarnya dalam darah memuncak dalam 4o-60 menit dan ereksi dapat terjadi setelah 20 menit. Efek samping yang tersering berupa nausea, sakit kepala, dan pusing-pusing.
HRT (hormon replacement therapy) diindikasikan pada pria dengan hipogonadal. Pengobatan yang aman dan efektif dengan injeksi intra muscular jangka panjang, maupun transdermal testoteron gel. Testoteron oral sebaiknya dihindari karena kemungkinan toksik hepatik pada penggunaan jangka lama. Pada pemakaian testoterone-containing gel sebaiknya menunggu sekitar 10 -15 menit sampai gel tersebut diabsorbsi dan kering sebelum melakukan aktivitas seksual. Semua pria yang menggunakan terapi testoterone replacement perlu mendapatkan pemeriksaan rektal digital dan PSA test sedikitnya 1 tahun sekali.
Pemberian testoteron dapat menyebabkan beberapa efek samping, antara lain :
·         Pada laki-laki : testis mengecil, produksi sperma berkurang, ginekomastia, pembesaran prostat
·         Pada wanita : klitoris membesar, tumbuh rambut di daerah muka, volume suara membesar
·         Umum : hepatotoksik, peningkatan  hematokrit darah, aterosklerosis, dan hipertrofi jantung.
Ada beberapa cara lain selain dengan terapi testoteron. Misalnya alat vakum maupun protesa. Alat vakum meningkatkan pembesaran penis dengan membuat keadaan vakum yang menarik darah ke dalam penis. Saat terjadi ereksi, sebuah gelang karet atau cincin konstriksi pasang pada pangkal penis dan alat vakum tersebut dilepas. Gelang tersebut dapat memperlambat aliran balik vena dan membantu mempertahankan ereksi lebih dari 30 menit. Alat vakum ini dapat mengakibatkan petekhie dan membuat ujung penis lebih dingin dari biasanya. Protesa pada penis mungkin membantu ketika cara lain tidak berhasil. Pembedahan revaskularisasi penis relatif bersifat eksperimental dan belum ada kesuksesan yang tinggi.

2.      ANDROPAUSE PADA PRIA LANSIA
a.       Defenisi Andropause pada pria lansia

Andropause berasal dari kata “Andro = kejantanan” dan “pause = istirahat”. Andropause dapat diartikan sebagai perubahan akibat proses menua pada sistem reproduksi pria mungkin di dalamnya termasuk perubahan pada jaringan testis, produksi sperma dan fungsi ereksi.
Ada yang memberi istilah andropause sebagai klimakterium laki-laki yang berarti seorang laki-laki sedang berada pada tingkat kritis fase kehidupannya, dimana terjadi perubahan fisik, hormon dan psikis serta penurunan aktivitas seksual. Perubahan-perubahan ini biasanya terjadi secara bertahap. Tingkah laku, stress psikologik, alkohol, trauma, ataupun operasi, medikasi, kegemukan dan infeksi dapat memberikan kontribusi pada onset terjadinya andropause ini.
Sebenarnya andropause bukanlah suatu fenomena baru, hal ini terjadi karena kemampuan kita untuk mendiagnosa andropause ini sangat terbatas karena tidak ada cara untuk menprediksi siapa yang akan mengalami gejala andropause. Test yang sensitif untuk mengetahui bioavaibilitas testoteron baru tersedia akhir-akhir ini, sehingga sebelum ada test ini andropause terlewatkan begitu saja tanpa terdiagnosa dan tidak memperoleh penatalaksanaan.

b.      Etiologi andropause pada pria lansia
Mulai sejak kira-kira usia 30 tahun, kadar testoteron dalam tubuh menurun kurang lebih 10% setiap dekadenya. Pada saat yang sama Sex Binding Hormone Globulin (SHBG) meningkat. SHBG ini akan menangkap banyak testoteron yang bersirkulasi dan membuat testoteron tidak tersedia untuk digunakan pada jaringan tubuh khususnya untuk terjadinya perilaku seksual yang normal dan terjadinya ereksi.

c.       Gejala dan efek yang ditimbulkan oleh andropause
Andropause berhubungan dengan kadar testoteron yang rendah. Setiap pria mengalami kemunduran bioavaibilitas testoteron, namun berbeda kadarnya pada setiap invididu. Ketika hal ini terjadi pria akan mengalami gejala andropause.
Beberapa gejala yang dapat timbul antara lain :
·      Depresi
·      Kelelahan
·      Iritabilitas
·      Libido menurun
·      Sakit dan nyeri
·      Berkeringat dan flushing
·      Penurunan performa seksual atau disfungsi ereksi
·      Sulit berkonsentrasi
·      Pelupa
·      insomnia
Setiap ketidakseimbangan yang terjadi dalam tubuh akan menimbulkan efek tertentu, demikian juga andropause dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan:
·      Osteoporosis
·      Obesitas
·      Kehilangan masa otot
·      Resiko menderita arteriosklerosis
·      Resiko menderita kanker payudara
·      Resiko menderita kanker prostat
Gambar : Pengaruh terapi hormon testoteron pada andropause
http://www.smallcrab.com/images/stories/andropause.JPG

d.      Terapi
Terapi yang dapat diberikan pada andropause yaitu dengan testoterone replacement therapy baik secara injeksi maupun oral.

E.     PERUBAHAN SEKSUALITAS WANITA LANSIA
Perubahan-Perubahan Fisiologis pada Wanita berkaitan dengan bertambahnya usia :
  Penurunan Sekresi estrogen setelah menopause
  Hilangnya kelenturan/elastisitas jaringan payudara
  Cerviks yang menyusut ukurannya
  Dinding vagina atropi ukurannya memendek
  Berkurangnya pelumas vagina
  Matinya steroid seks secara tidak Iangsung mempengaruhi aktivitas seks
  Perubahan “ageing” meliputi penipisan bulu kemaluan, penyusutan bibir kemaluan, penipisan selaput lendir vagina dan kelemahan utot perinael

1.      KLIMAKTERIUM  PADA  WANITA  LANSIA
Klimakterium merupakan masa peralihan antara masa reproduksi dan masa senium. Berlangsung 6 tahun sebelum menopouse dan berakhir 6-7 tahun setelah menopouse
Ø  Tanda-tanda Klimakterium :
a.       Menstruasi tidak lancar atau tidak teratur
b.      Haid banyak ataupun sangat sedikit
c.       Sakit kepala terus menerus
d.      Berkeringat
e.       Neuralgia

Ø  Gejala Psikologis pada  masa klimakterimum :
a.       Kemurungan
b.      Mudah tersinggung / mudah marah
c.       Mudah curiga
d.      Insomnia
e.       Tertekan
f.       Kesepian
g.      Tidak sabar
h.      Tegang dan cemas

Ø  Syndrome Menopouse pada masa klimakterimum :
a.       Berhentinya menstruasi, makin jarang dan makin sedikit
b.      Mengalami atropi pada sistem reproduksi
c.       Penampilan kewanitaan menurun
d.      Keadaan fisik kurang nyaman
a.       Kemerah-merahan pada leher, dahi, bagian atas dada, berkeringat, pusing, iritasi, friigid
e.       Berat badan
f.       Perubahan kepribadian
  
Ø  Perubahan Kejiwaan pada masa klimakterimum
a.       Merasa tua
b.      Tidak menarik lagi
c.       Rasa tertekan karena takut menjadi tua
d.      Mudah tersinggung
e.       Mudah kaget
f.       Takut tidak dapat memenuhi kebutuhan seksual suami
g.      Rasa takut karena suami menyeleweng

Ø  Gangguan psikologis pada masa klimakterium pada wanita lansia
a.       Ketakutan
        Ketergantungan fisik dan ekonomi
        Sakit-sakitan yan kronis
        Kesepian
        Kebosanan karena tidak diperlukan
b.      Perubahan mental
        Belajar : kurang mampu belajar yang baru
        Berfikir : terlalu berhati-hati dalam mengungkapkan alasan
        Kreatifitas berkurang
        Berkurang rasa humor
        Perbendaharaan kata semakin menurun
c.       Gangguan mental
        Agresi : menyerang disertai kekuatan
        Kemarahan dan rasa tidak senang yang kuat
        Kecemasan yang tidak berobyektif
        Kacau & sering bingung
        Penolakan ; ketidakmampuan untuk mengakui secara sendiri terhadap keinginan, fikiran, perasaan pada kejadian nyata
        Ketergantungan : meletakakkan kepercayaan terhadap orang lain
        Depresi : perasaan sedih & pesimis
        Ketakutan : reaksi emosional terhadap sumber luar
        Manipulasi : proses bertingkah laku untuk memuaskan diri sendiri / orang lain dengan cara serdik, tidak jujur / tipu muslihat
        Rasa sakit yang tidak berpenyebab

2.      MENOPAUSE PADA WANITA LANSIA
a.      Defenisi Menopause
Menopause merupakan masa yang pasti dihadapi dalam perjalanan hidup seorang perempuan dan suatu proses alamiah sejalan dengan bertambahnya usia. Seorang wanita yang sudah menopause akan mengalami berhentinya haid. Fase ini terjadi karena ia tidak lagi menghasilkan esterogen yang cukup untuk mempertahankan jaringan yang responsive dalam suatu cara yang fisiologi.

b.      Etiologi menopause
Akibat dari kadar hormon esterogen, progerseteron dan hormon ovarium yang berkurang akan menyebabkan perubahan fisik, psikologis dan seksual yang menurun pada wanita pasca menopause (Hacker&Moore, 2001).
Seseorang disebut menopause jika tidak lagi menstruasi selama 12 bulan atau
satu tahun. Menopause umumnya terjadi ketika perempuan memasuki usia 48 hingga 52 tahun (Rachmawati, 2006).
Menurut Andra (2007), efek berkurangnya hormon estrogen mengakibatkan penipisan pada dinding vagina, pembuluh darah kapiler di bawah permukaan kulit juga akan terlihat. Akhirnya, karena epitel vagina menjadi atrofi dan tidak adanya darah kapiler berakibat permukaan vagina menjadi pucat. Selain itu, rugae-rugae (kerut) vagina akan jauh berkurang yang mengakibatkan permukaannya menjadi licin, akibatnya sering sekali wanita mengeluhkan dispareunia (nyeri sewaktu senggama), sehingga malas berhubungan seksual.

c.       Gejala dan efek menopause
Menopause dianggap sebagian masyarakat sebagai awal dari kemunduran fungsi kewanitaan secara keseluruhan, bahkan ada yang menganggap menopause sebagai bencana di usia senja. Banyak perempuan menopause merasa menjadi tua, yang diasosiasikan dengan ketidakmenarikan dan kehilangan hasrat seksual (Rachmawati, 2006).
Banyak yang dikeluhkan seorang perempuan pada tahun-tahun menjelang berhentinya haid. Gejala-gejala yang dikeluhkan diantaranya adalah perubahan dalam gairah seksual. Berkurangnya cairan vagina, akan timbul rasa sakit kalau terjadi hubungan badan, selain itu rasa takut kehilangan suami, anak dan ditinggalkan sendiri dapat menyebabkan keinginan seks menurun dan sulit untuk dirangsang.
Anggapan yang salah tentang seksualitas masa menopause dapat menimbulkan kecemasan, karena mereka takut tidak bisa melayani suami dengan baik akan mencari wanita lain atau malah menceraikannya, karena dari mereka tidak sedikit yang kemudian merasa tidak berarti lagi bagi suaminya, sehingga di sisi lain banyak juga suami yang menunjukkan sikap dan perilaku yang sangat mengganggu istri yang telah menopause.
Ada empat kemungkinan mengapa para suami enggan berhubungan seksual lagi dengan istrinya yaitu tidak tertarik lagi, ada anggapan salah bahwa menopause berarti padamnya dorongan seksual, kesulitan berhubungan intim akibat perlendiran vagina berkurang, sementara ereksi tetap kokoh seperti sedia kala, penolakan istri karena merasa sakit saat berhubungan seksual (Pangkahila, 1998). Anggapan seperti itu sebenarnya lebih  banyak dipengaruhi oleh salah pengertian atau karena mendengar cerita orang lain, kadang pria mencoba mengatasi masalah ini dengan mencari pasangan lebih muda dengan harapan bahwa kemampuan seksualnya yang telah surut dapat kembali. Rasionalisasi yang umum dilakukan oleh pria dengan mencari pasangan lebih muda adalah karena pihak wanita tidak lagi tertarik pada seks setelah menopause, hal ini semakin diperparah dengan upaya menghindari berhubungan intim dengan suami disebabkan nyeri saat senggama akibat menipisnya selaput lendir liang senggama (Hidayana, 2004).
Perubahan yang terjadi pada organ tubuh wanita menopause disebabkan oleh
bertambahnya usia dan juga faktor fisik, faktor psikis dapat mempengaruhi kehidupan mereka. Gejala psikologis yang menonjol ketika menopause adalah mudah tersinggung, sukar tidur, tertekan, gugup, kesepian, tidak sabar, cemas, depresi, dan merasa kehilangan daya tarik fisik dan seksual, sehingga dia takut ditinggalkan suaminya (Purwoastuti, 2008).
Hasil penelitian dan kajian, diperoleh data bahwa 75% wanita yang mengalami menopause akan merasakan sebagai masalah atau gangguan, sedangkan sekitar 25% tidak memasalahkannya. Beberapa hal yang mempengaruhi persepsi seorang perempuan terhadap menopause, antara lain faktor kultural, sosial ekonomi, gaya hidup, kebutuhan terhadap kehidupan seksual, dan sebagainya (Achadiat, 2007).
Studi yang dilakukan oleh (Duke, 1999) University AS, menunjukkan bahwa
tidak semua perempuan menopause mengalami penurunan hasrat seksual, 39% wanita berusia 61-65 tahun memiliki aktivitas seksual seperti 27% wanita berumur 66-71 tahun, 13% wanita menopause mempunyai hasrat lebih tinggi dibandingkan ketika masih muda (Rachmawati, 2006).

d.      Upaya pencegahan terhadap keluhan /masalah menopause yang dapat dilakukan di tingkat pelayanan dasar :
1)      Pemeriksaan alat kelamin
Pemeriksaan alat kelamin wanita bagian luar, liang rahim dan leher rahim untuk melihat kelainan yang mungkin ada, misalnya lecet, keputihan, pertumbuhan abnormal sepertu benjolan dan radang.
2)      Pap Smear
Pemeriksaan ini dapat dilakukan setahun sekali untuk melihat adanya tanda radang atau deteksi awal bagi kemungkinan adanya kanker pada saluran reproduksi. Dengan demikian pengobatan terhadap adanya kelainan dapat segera dilakukan.
3)      Perabaan Payudara
Ketidakseimbangan hormon yang terjadi akibat penurunan kadar hormone  estrogen, dapat menimbulkan pembesaran atau tumor payudara. Hal ini juga dapat terjadi pada pemberian hormone pengganti untuk mengatasi masalah kesehatan akibat menopause.
4)      Penggunaan bahan makanan yang mengandung unsure fito-estro-gen
5)      Hormon estrogen yang kadarnya menurun pada masa menopause digantikan dengan makanan yang mengandung unsur fito-estro-gen yang cukup seperti kedelai ( tahu, tempe, kecap), papaya dan semanggi merah
6)      Penggunaan bahan makanan sumber kalsium
7)      Menghindari makanan yang banyak mengandung banyak lemak, kopi dan alkohol
3.      SENIUM PADA WANITA LANSIA
Yaitu masa sesudah pasca menopause. Ditandai dengan telah tercapainya keseimbangan baru dalam kehidupan wanita, sehingga tidak ada lagi gangguan vegetatif maupun psikis.

F.     UPAYA MENGATASI PERMASALAHAN SEKSUAL PADA LANSIA
Untuk mengatasi beberapa gangguan baik fisik maupun psikis termasuk masalah seksual diperlukan penanganan yang serius dan terpadu. Proses penanganan ini memerlukan waktu yang cukup lama tergantung dari keluhan dan kerjasama antara pasien dengan konselor. Dari ketiga gangguan tersebut, masalah seksual merupakan masalah yang penanganannya memerlukan kesabaran dan kehati-hatian, karena pada beberapa masyarakat Indonesia terutama masyarakat pedesaan membicarakan masalah seksual adalah masalah yang tabu.
      Manajemen yang dilakukan tenaga kesehatan untuk mengatasi  gangguan seksual pada lansia adalah sebagai berikut :
1.       Anamnesa  Riwayat Seks
a.    Gunakan bahasa yang saling menguntungkan dan memuaskan
b.   Gunakan pertanyaan campuran antara terbuka dan teutup
c.    Mendapatkan gambaran yang akurat tentang apa yang sebenarnya salah
d.   Uraikan dengan panjang lebar permasaIahanya
e.    Dapatkan latar belakang medis mencakup daftar lengkap tentang  obat-obatan yang  dikonsumsi oieh pasien
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan dihadapan pasangannya. Anamnese harus rinci, meliputi awitan, jenis maupun itensitas gangguan yang dirasakan. Juga anamnese tentang gangguan sistemik maupun organik yang dirasakan. Penelaahan tentang gangguan psikologik, kognitif harus dilakukan. Juga anamneses tentang obat-obatan. Pemeriksaan fisik meliputi head to toe.
Pemeriksaan tambahan yang dilakukan meliputi keadaan jantung, haati, ginjal dan paru-paru. Status endokrin dan metaboliuk meliputi keadaan gula darah, status gizi dan status hormonal tertentu. Apabila keluhan mengenai disfungsi ereksi pada pria, pemeriksaan khas juga meliputi a.l pemeriksaan dengan snap gauge atau nocturnal penile tumescence testing. (Hadi-Martono, 1996)

2.      Pengobatan yang diberikan mencakup ;
1. Konseling Psikoseksual
2. Therapi Hormon
3. Penyembuhan dengan obat-obatan
4. Peralatan Mekanis
5. Bedah Pembuluh

3.      Bimbingan Psikososial
Bimbingan dan konseling  sangat dipentingkan dalam rencana manajemen gangguan seks dan dikombinasikan dengan penyembuhan Pharmakologi

4.      Penyembuhan Hormon
Pada Pria Lansia     : Penggunaan suplemen testosteron untuk menyembuhkan
                              “Viropause”/andropause pada pria (pemanasan dan ejakulasi)
Pada wanita lansia  : Terapi pengganti hormon (HRT) dengan pemberian estrogen pada klimakterium

5.      Penyembuhan dengan Obat
a.    Yohimbine, Pemakaian Krim vasoaktif
b.    Oral phentholamin
c.     Tablet apomorphine sublingual
d.    Sildenafil, suntik intra-carporal obat vasoaktif
e.     Penempatan intra-uretral prostaglandin

Obat-obatan yang sering diberikan, pada penderita usia lanjut dengan patologi multipel jika sering menyebabkan berbagai gangguan fungsi seksual pada usia lanjut

Tabel Efek Obat Yang Sering Diberikan dan Pengaruhnya Pada Fungsi Seksual Lansia.
Golongan Obat
Contoh
Pengaruh Pada Fase
Anjuran Obat Pengganti
Anti hipertensi:diuretika
Gol. tiasid
Fase pembangkitan
Pertimbangkan penghambat kanal Ca
Anti hipertensi: obat berdaya sentral
Klonidin, metil-dopa
Fase pembangkitan
Pertimbangkan penghambat kanal Ca
Anti hipertensi: penyakit beta
propanolol
Fase hasrat dan penggairahan
Pertimbangkan penghambat kanal Ca
Anti-hipertensi penghambat ACE
captopril
Fase penggairahan
Pertimbangkan penghambat kanal Ca
Obat anti -psikotik
Torasin, tiotksen, haloperidol
Fase desire, fase pembangkitan, priapismus, ejakulasi retrogad
Pertimbangkan Buspiron, turunkan dosis bertahap
Obat anti-ansietas
diasepam
Fase desire, orgasme
Lebih ditekankan pada pemuaskan
antikolinergik
Atropin, hidroksisin
Fase pembangkitan, fase desire
Estrogen oral merupakan pilihan pada yang takbisa per oral
estrogen
premarin
Fase pembangkitan(perbaikan lubrikasi, turunkan rasa nyeri)
Bila ada efek samping berikan secara siklik
progestin
provera
Fase desire(dapat diturunkan libido)
Pertimbangkan alternatifdari Blocker H-2
Antagonis reseptor H-2
simetidin
Fase desire, pembangkitan orgasme
Waktu pemberian sangat penting (berhubungan dengan waktu aktivitas seksual)
narkotik
Kodein, demerol
Fase desire, pembangkitan orgasme
Kenali dan obatitd.adiksi
Sedatif
lain-lain
Alkohol, barbiturat digitalis
Fase desire, pembangkitan
Obati gejala kecemasan; yakinkan ketakutan akan serangan jantung waktu akt. seksual
Antidepresan trisiklik
Imipramin, amitriptilin
Fase desire, pembangkitan
fase muskular terlambat
Pertimbangkan: Prozac, zoloft
Antidepresan lain
Trasodon, inhibitor MAO
Priapisme, fase pembangkitan, orgasme
Pertmb. Prozac, Zoloft


BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Pada usia lanjut, hambatan untuk aktivitas seksual yang dapat dibagi menjadi hambatan eksternal yang datang dari lingkungan dan hambatan internal,yang terutama berasal dari subjek lansianya sendiri. Hambatan eksternal biasanya berupa pandangan sosial, yang menganggap bahwa aktivitas seksual tidak layak lagi dilakukan lagi oleh lansia.Hambatan eksternal bilamana seorang janda atau duda akan menikah lagi sering kali juga berupa sikap menentang dari anak-anak, dengan berbagai alasan.
Hambatan internal psikologik seringkali sulit dipisahkan secara jelas dengan hambatan eksternal. Seringkali seorang lansia sudah merasa tidak baisa dan tidaak pantas berpenampilan untuk menarik lawan jenisnya. Pandangan sosial dan keagamaan tentang seksualitas diusia lanjut menyebabkan keinginan dalam diri mereka ditekan sedemikian sehingga memberikan dampak pada ketidakmampuan fisik, yang dikenal sebagai impotensia. Obat-obatan yang sering diberikan, pada penderita usia lanjut dengan patologi multipel jika sering menyebabkan berbagai gangguan fungsi seksual pada usia lanjut.
Masa tua merupakan masa yang sangat ditakuti dengan alasan terjadinya kemunduran fisik terutama pada penampilan. Rasa khawatir akan kehilangan perhatian dari pasangan membawa akibat terhadap frekwensi maupun kualitas hubungan seks, baik secara langsung maupun tidak.
Melalui konseling, peran konselor dan tenaga kesehatan dapat menjelaskan kondisi umum dan masalah yang timbul pada masa usia lanjut serta pengaruhnya terhadap emosi, pola pikir dan hubungan seksual sangat berpengaruh. Melalui beberapa tahapan konseling secara terbuka dan kolaborasi dengan dokter spesialis kebidanan dan kandungan, bisa diperoleh suatu pemecahan masalah seksual pada lansia, dengan pemakaian krem vasoaktif, melakukan olah raga ringan dan konsumsi makan seimbang, dan solusi-solusi lain secara bertahap masalah pada lansia akan  terselesaikan.

B.     SARAN
Permasalahan pada masa lansia sering terabaikan, tidak hanya di lingkungan keluarga lansia sendiri, tetapi juga di lingkungan masyarakat bahkan pusat pelayanan kesehatan. Lansia sebagaimana pria dan wanita mulai dari kanak-kanak hingga dewasa lainnya mempunya hak-hak untuk diperlakukan adil dan sama, mendapat informasi dan pelayanan kesehatan yang sempurna dan optimal, serta diperlakukan dan dihargai masa akhir usia mereka, merasakan kehidupan yang harmonis serta merasakan kenikmatan seksual yang aman dan nyaman. Oleh karena itu, pengetahuan tentang permasalahan seksual pada lansia baik pria maupun wanita perlu sebarluaskan sejak dini, dan perlunya kerjasama yang optimal disetiap instansi pemerintah dan masyarakat  untuk mengatasi masalah ini agar para lansia mendapatkan kehidupan yang nayak, dan harmonis sebagai manusia dan warga negara seutuhnya.





























DAFTAR  PUSTAKA

1.      Darmojo, R Boedi dan Martono, H Hadi.2000.Geriatri ( ilmu kesehatan usia lanjut ). Jakarta : FKUI
2.      Widyastuti, Yani dan Anita Rahmawati, Yuliasti, E. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta. Fitramaya
3.      Modul Kesehatan Reproduksi. 2008. Departemen Kesehatan RI. Jakarta


No comments:

Post a Comment