Thursday, May 12, 2016

Penyakit Gangguan Psikologis Lansia (Skizofrenia)


BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Keperawatan geriatrik adalah cabang keperawatan yang memperhatikan pencegahan, diagnosis, dab terapi gangguan fisik dan psikologis pada lanjut usia dengan meningkatkan umur panjang. Pelayanan atau asuhan keperawatan gangguan mental pada usia lanjut memerlukan pengetahuan khusus karena kemungkinan perbedaan dalam manifestasi klinis, patogenesis, dan patofisiologi gangguan mental antara dewasa muda dan lanjut usia. Faktor penyulit pada pasien lanjut usia juga dipertimbangkan : faktor-faktor tersebut adalah sering adanya penyakit dan kecacatan medis penyerta. Pemakaian banyak medikasi dan meningkatkan kerentanan terhadap gangguan kognitif.
Program Epidemiological Catchment Area (ECA) dari national institute of mental healt telah menemukan bahwa gangguan mental yang sering pada lanjut usia adalah gangguan depresif, gangguan kogniitif, fobia, dan gangguan pemakaian alkohol. Lajut usia juga memiliki resiko tinggi untuk bunuh diri dan gejala psikiatri akibat obat. Banyak gangguan mental pada usia lanjut dapat dicegah, dihilangkan, atau bahkan dipulihkan. Sejumlah faktor resiko psikososial juga mendisposisikan lanjut usia kepada gangguan mental. Faktor resiko tersebut adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian teman, atau sanak saudara. Penurunan kesehatan, peningkatan isolasi, keterbatasan finansial dan penurunan fungsi kognitif.
Saat ini sudah dapat diperkirakan bahwa 4 juta lansia di Amerika mengalami gangguan kejiwaan seperti demensia psikosis, penggunaan alkohol kronik atau kondisi lainnya. Hal ini menyebabkan perawat dan tenaga profesional yang lain memiliki tanggung jawab yang lebih untuk merawat lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti status fisiologi dan psikologi, kepribadian, sosial suport, sosial ekonomi dan pola hidup.

DEPKES RI membagi lansia sebagai berikut :
1.      Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa VIRILITAS
2.      Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai masa PRESENIUM
3.      Kelompok usia lanjut (65 tahun >) sebagai masa SENIUM
Sedangkan WHO membagi lansia menjadi 3 kategori, yaitu :
a.       Usia lanjut : 60-74 tahun
b.      Usia tua : 75-89 tahun
c.       Usia sangat lanjut : > 90 tahun
B.            Tujuan Penulisan
1.      Tujuan umum
Untuk dapat memahami tentang Asuhan Keperawatan klien dengan kehilangan dan berduka disfungsional.
2.      Tujuan khusus
a.       Mahasiswa dapat menjelaskan dengan tepat dan benar tentang jenis-jenis kehilangan
b.      Mahasiswa dapat menjelaskan dengan tepat dan benar tentang konsep dan teori dari proses berduka
c.       Mahasiswa dapat menjelaskan faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan.
C.           Manfaat Penulisan
Memberikan penjelasan khusus permasalahan-permasalahan fisik yang terjadi pada lansia serta bermanfaat untuk mengetahui tahap dan perkembangan manusia sehingga mengalami penurunan fungsi organ, khususnya pada sistem perkemihan.






BAB II
TINJAUAN TEORI
A.           Pengertian Skizofrenia Pada Lansia
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan utama dalam pikiran, emosi, dan perilaku pikiran yang terganggu, dimana berbagai pemikiran tidak saling berhubungan secara logis, persepsi dan perhatian yang keliru; afek yang datar atau tidak sesuai; dan berbagai gangguan aktivitas motoric yang bizzare. ODS (orang dengan skizofrenia) menarik diri dari orang lain dan kenyataan, sering kali masuk ke dalam kehidupan fantasi yang penuh delusi dan halusinasi.
Gangguan Jiwa Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-budaya. Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari kelompok lanjut usia (lansia) (Dep.Kes.1992).
Banyak pembahasan yang telah dikeluarkan para ahli sehubungan dengan timbulnya skizofrenia pada lanjut usia (lansia). Hal itu bersumber dari kenyataan yang terjadi pada lansia bahwa terdapat hubungan yang erat antara gangguan parafrenia, paranoid dan skizofrenia. Parafrenia lambat (late paraphrenia) digunakan oleh para ahli di Eropa untuk pasien-pasien yang memiliki gejala paranoid tanpa gejala demensia atau delirium serta terdapat gejala waham dan halusinasi yang berbeda dari gangguan afektif.Gangguan skizofrenia pada lanjut usia (lansia) ditandai oleh gangguan pada alam pikiran sehingga pasien memiliki pikiran yang kacau. Hal tersebut juga menyebabkan gangguan emosi sehingga emosi menjadi labil misalnya cemas, bingung, mudah marah, mudah salah faham dan sebagainya. Terjadi juga gangguan perilaku, yang disertai halusinasi, waham dan gangguan kemampuan dalam menilai realita, sehingga penderita menjadi tak tahu waktu, tempat maupun orang.Ganguan skizofrenia berawal dengan keluhan halusinasi dan waham kejaran yang khas seperti mendengar pikirannya sendiri diucapkan dengan nada keras, atau mendengar dua orang atau lebih memperbincangkan diri si penderita sehingga ia merasa menjadi orang ketiga. Dalam kasus ini sangat perlu dilakukan pemeriksaan tinggkat kesadaran pasien (penderita), melalui pemeriksaan psikiatrik maupun pemeriksaan lain yang diperlukan. Karena banyaknya gangguan paranoid pada lanjut usia (lansia) maka banyak ahli beranggapan bahwa kondisi tersebut termasuk dalam kondisi psikosis fungsional dan sering juga digolongkan menjadi senile psikosis.Parafrenia merupkan gangguan jiwa yang gawat yang pertama kali timbul pada lanjut usia (lansia), (misalnya pada waktu menopause pada wanita).
Gangguan ini sering dianggap sebagai kondisi diantara Skizofrenia paranoid di satu pihak dan gangguan depresif di pihak lain. Lebih sering terjadi pada wanita dengan kepribadian pramorbidnya (keadaan sebelum sakit) dengan ciri-ciri paranoid (curiga, bermusuhan) dan skizoid (aneh, bizar). Mereka biasanya tidak menikahatau hidup perkawinan dan sexual yang kurang bahagia, jika punya sedikit itupun sulit mengasuhnya sehingga anaknyapun tak bahagia dan biasanya secara khronik terdapat gangguan pendengaran. Umumnya banyak terjadi pada wanita dari kelas sosial rendah atau lebih rendah.Gangguan skizofrenia sebenarnya dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu:
1.             Skizofrenia paranoid (curiga, bermusuhan, garang dsb)
2.             Skizofrenia katatonik (seperti patung, tidak mau makan, tidak mau minum, dsb)
3.             Skizofrenia hebefrenik (seperti anak kecil, merengek-rengek, minta-minta, dsb)
4.             Skizofrenia simplek (seperti gelandangan, jalan terus, kluyuran)
5.             Skizofrenia Latent (autustik, seperti gembel) Pada umumya, gangguan skizofrenia yang terjadi pada lansia adalah skizofrenia paranoid, simplek dan latent. Sulitnya dalam pelayanan keluarga, para lansia dengan gangguan kejiwaan tersebut menjadi kurang terurus karena perangainya dan tingkahlakunya yang tidak menyenangkan orang lain, seperti curiga berlebihan, galak, bersikap bermusuhan, dan kadang-kadang baik pria maupun wanita perilaku seksualnya sangat menonjol walaupun dalam bentuk perkataan yang konotasinya jorok dan porno (walaupun tidak selalu).

B.            Etiologi
1.             Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8%, bagi saudara kandung 7-15%, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68%, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86%.
2.             Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium, tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.
3.             Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik
4.             Susunan saraf pusat
Penyebab skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diansefalon atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.
5.             Teori Adolf Meyer
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat ditemukan  kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia Merupakan suatu yang salah, suatu maladptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama-kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
6.             Teori sigmund freud
Sekizofrenia terdapat (I) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik atau somatik. (II) superego dikesapingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan ide yang berkuasa serta menjadi suatu regresi ke fase nersisisme dan (III) kehilangan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.
7.             Eugen bleuler
Penggunaan istilah skizofrenia menonjolkan gejala utam penyakit ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau diharmonis antara proses berpikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan autisme) gejala skunder (waham, halusianasi dan gejala katatonik atau gangguan atau gangguan psikomotorik yang lain.
Pembagian Skizofrenia
Kraepelin membagi skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utam antara lain :
1.             Skizofrenia simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utam berupa kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan.
2.             Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang mencolok ialah gangguan proses berpikir, gangguan kemauan dan adanya depersenalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti manerisem, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinasi banyak sekali.
3.             Skizofrenia Katatoni
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
4.             Skizofrenia Paranoid
Gejala yang mencolok ialah waham primer disertai dengan waham skunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berpikir, gangguan apek emosi dan kemamauan.
5.             Episode Skizofrenia Akut
Gejala skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dala keadaan mimpi. Kesadaran mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya.
6.             Skizofrenia Residual
Keadaan skizofrenia dengan gejala primernya bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala skunder. Keadaan ini timbul sesuai beberapa kali serangan skizofrenia.
7.             Skizofrenia Skizo Apektif
Disamping gejala skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaan juga gejala-gejala depresi (skizo depresif) atau gejala mania  (psikomanik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa depek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.

C.           Manifestasi Klinis
1.             Gejala episode akut dari skizofrenia meliputi tidak bisa membedakan antara hayalan dan kenyataan ; halusinasi (terutama mendengar suara-suara bisikan); ide-ide karena pengaruh luar (tindakannya di kendalikan oleh pengaruh dari luar dirinya); proses berpikir yang tidak berurutan (asosiasi longgar); ambiven (pemikiran yang saling bertentangan); datar tidak tepat atau efek yang labil; autisme (menarik diri dari lingkungan sekitar dan hanya memikirkan dirinya ); tidak mau bekerja sama; menyukai hal-hal yang dapat menimbulkan konflik pada lingkungan sekitar dan melakukan serangan balik secara verbal maupun fisik kepada orang lain; tidak merawat diri sendiri; dan gangguan tidur maupun nafsu makan.
2.             Setelah terjadinya episode psikotik akut, biasanya penderita skizofrenia mempunyai gejala-gejala sisa (cemas, curiga,motivasi menurun, kepedulian berkurang, tidak mampu memutuskan sesuatu.
Menarik diri dari hubungan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, Sulit untuk belajar dari pengalaman dan tidak bisa merawat diri sendiri)

D.           Patofisiologi






 













E.            Penatalaksanaan
1.             Medis
Obat antipsikotik digunakan untuk mengatasi gejala psikotik (misalnya perubahan perilaku, agitasi, agresif, sulit tidur, halusinasi, waham, proses piker kacau). Obat-obatan untuk pasien skizophrenia yang umum diunakan adalah sebaga berikut :
a.    Pengobatan pada fase akut
b.    Dalam keadaan akut yang disertai agitasi dan hiperaktif diberikan injeksi:
1)   Haloperidol 3x5 mg (tiap 8 jam) intra muscular.
2)   lorpromazin 25-50 mg diberikan intra muscular setiap 6-8 jam sampai keadaan akut teratasi.
3)   Kombinsi haloperidol 5 mg intra muscular kemudian diazepam 10 mg intra muscular dengan interval waktu 1-2 menit.
c.    Dalam keadaan agitasi dan hiperaktif diberikan tablet :
1)   Haloperidol 2x1,5 – 2,5 mg per hari.
2)   Klorpromazin 2x100 mg per hari
3)   Triheksifenidil 2x2 mg per hari
4)   Pengobaan fase kronis
d.   Diberikan dalam bentuk tablet :
1)   Haloperidol 2x0,5 – 1 mg perhari
2)   Klorpromazin 1x50 mg sehari (malam)
3)   Triheksifenidil 1-2x2 mg sehari
e.       Tingkatkan perlahan-lahan, beri kesempatan obat untuk bekerja, disamping itu melakukan tindakan perawatan dan pendidikan kesehatan.
f.       Dosis maksimal
g.      Haloperidol : 40 mg sehari (tablet) dan klorpromazin 600 mg sehari (tablet).
2.             Efek dan efek samping terapi
a.       Klorpromazine
Efek : mengurangi hiperaktif, agresif, agitasi
Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, sedasi, hipotensi ortostatik.
b.      Haloperidol
Efek : mengurangi halusinasi
Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, sedasi, hipotensi ortostatik. Tindakan keperawatan efek sampan obat
c.       Klorpromazine
Mulut kering  : berikan permen, es, minum air sedikit-sedikit dan membersihkan mulut secara teratur.
d.      Pandangan kabur : berikan bantuan untuk tugas yang membutuhkan ketajaman penglihatan.
e.       Konstipasi : makan makanan tinggi serat
f.       Sedasi : tidak menyetir atau mengoperasikan peralatan ang berbahaya.
g.      Hipoensi ortostatik : perlahan-lahan bangkit dari posisi baring atau duduk.

F.            Discharge Planning
1.             Hindari kebiasaan menyendiri
2.             Berusaha untuk menceritakan masalah yang ada dengan teman terdekat
3.             Kenali gejala-gejala penyakit dan konsultasikan dengan dokter
4.             Konsumsi makanan yang bergizi
5.             Observasi secara ketat perilaku klien
6.             Singkirkan semua benda berbahaya
7.             Berikan obat
8.             Menurunkan ketegangan
9.             Periksa mulut penderita setelah minum obat
10.         Alihkan jika halusinasi
11.         Focus dan kuatkan realitas


G.           Pemeriksaan penunjang
1.             Pemeriksaan psikologis
a.    Pemeriksaan psikiatri
b.    Pemeriksaan psikometri
2.             Pemeriksaan penunjang
a.    Darah rutin
b.    Fungsi hepar
c.    Faal ginjal
d.   Enzim hepar
e.    ECG
f.     CT Scan
g.    EEG
h.    Multiaksial :
1)   Aksis 1 : gangguan klinis
2)   Aksis II : gangguan keperibadian khas dan Retardasi mental
3)   Aksis III : kondisi medic umum
4)   Aksis IV masalah psiksosial dan lingkungan
5)   Aksis V : penilaian fungsi secara global

H.           Komplikasi
Menurut Keliat (1996), dampak gangguan jiwa skizofrenia antara lain :
1.             Aktifitas hidup sehari-hari
Klien tidak mampu melakukan fungsi dasar secara mandiri, misalnya kebersihan diri, penampila dan sosialisasi.
2.             Hubungan interpersonal
Klien digambarkan sebagai individu yang apatis, menarik diri, terisolasi dari teman-teman dan keluarga. Keadaan ini merupakan proses adaptasi klien terhadap lingkungan kehidupan yang kaku dan stimulus yang kurang.
3.             Sumber koping
Isolasi social, kurangnya system pendukung dan adanya gangguan fungsi pada klien, menyebabkan kurangnya kesempatan menggunakan koping untuk menghadapi stress.
4.             Harga diri rendah
Klien menganggap dirinya tidak mampu untuk mengatasi kekurangannya, tidak ingin melakukan sesuatu untuk menghindari kegagalan (takut gagal) dan tidak berani mencapai sukses.
5.             Kekuatan
Kekuatan adalah kemampuan, ketrampilan aatau interes yang dimiliki dan pernah digunakan klien pada waktu yang lalu.
6.             Motivasi
Klien mempunyai pengalaman gagal yang berulang.
7.             Kebutuhan terapi yang lama
Klien disebut gangguan jiwa kronis jika ia dirawat di rumah sakit satu periode selama 6 bulan terus menerus dalam 5 tahun tau 2 kali lebih dirawat di rumah sakit dalam 1 tahun.











ASUHAN KEPERAWATAN SKIZOFRENIA PADA USIA LANJUT
A.           Pengkajian Pasien Lansia
Pengkajian pasien lansia menyangkut beberapa aspek yaitu biologis, psikologis, dan sosiokultural yang beruhubungan dengan proses penuaan yang terkadang membuat kesulitan dalam mengidentifikasi masalah keperawatan. Pengkajian perawatan total dapat mengidentifikasigangguan primer. Diagnosa keperawatan didasarkan pada hasil observasi pada perilaku pasien dan berhubungan dengan kebutuhan.
1.             Wawancara
Hubungan yang penuh dengan dukungan dan rasa percaya sangat penting untuk wawancara yang positif kepada pasien lansia. Lansia mungkin merasa kesulitan, merasa terancam dan bingung di tempat yang baru atau dengan tekanan. Lingkungan yang nyaman akan membantu pasien tenang dan focus terhadap pembicaraan.
2.             Keterampilan Komunikasi Terapeutik
Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dan lama wawancara. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab, berkaitan dengan pemunduran kemampuan untuk merespon verbal. Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar belakang sosiokulturalnya. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan dalam berfikir abstrak. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan memberikan respon nonverbal seperti kontak mata secara langsung, duduk dan menyentuk pasien.Melihat kembali kehidupan sebelumnya merupakan sumber data yang baik untuk mengidentifikasi masalah kesehatan pasien dan sumber dukungan. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian pasien dan distress yang ada. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan atau protocol wawancara pengkajian. Hal ini dapat meningkatkan kecemasan dan stres pasien karena kekurangan informasi. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan dengan cermat dan tetap mengobservasi.
3.             Setting wawancara
Tempat yang baru dan asing akan membuat pasien merasa cemas dan takut. Lingkungan harus dibuat nyaman. Kursi harus dibuat senyaman mungkin. Lingkuangan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitif terhadap suara berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan.Data yang dihasilkan dari wawancara pengkajian harus dievaluasi dengan cermat. Perawat harus mengkonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien atau orang lain yang sangat mengenal pasien. Perawat harus memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara dan faktor lain yang dapat mempengaruhi status, seperti pengobatan media, nutrisi atau tingkat cemas.
4.             Fungsi Kognitif
Status mental menjadi bagian dari pengkajian kesehatan jiwa lansia karena beberapa hal termasuk :
a.             Peningkatan prevalensi demensia dengan usia.
b.             Adanya gejala klinik confusion dan depresi.
c.             Frekuensi adanya masalah kesehatan fisik dengan confusion.
d.            Kebutuhan untuk mengidentifikasi area khusus kekuatan dan keterbatasan kognitif .
e.             Status Afektif
f.              Status afektif merupakan pengkajian geropsikiatrik yang penting. Kebutuhan termasuk skala depresi. Seseorang yang sedang sakit, khususnya pada leher, kepala, punggung atau perut dengan sejarah penyebab fisik. Gejala lain pada lansia termasuk kehilangan berat badan, paranoia, kelelahan, distress gastrointestinal dan menolak untuk makan atau minum dengan konsekuensi perawatan selama kehidupan.Sakit fisik dapat menyebabkan depresi sekunder. Beberapa penyakit yang berhubungan dengan depresi diantaranya gangguan tiroid, kanker, khususnya kanker lambung, pancreas, dan otak, penyakit Parkinson, dan stroke. Beberapa pengobatan da[at meningkatkan angka kejadian depresi, termasuk steroid, Phenothiazines, benzodiazepines, dan antihypertensive. Skala Depresi Lansia merupakan ukuran yang sangat reliable dan valid untuk mengukur depresi.
g.             Respon Perilaku
h.             Pengkajian perilaku merupakan dasar yang paling penting dalam perencanaan keperawatanpada lansia. Perubahan perilaku merupakan gejala pertama dalam beberapa gangguan fisik dan mental. Jika mungkin, pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi lingkungan rumah. Hal ini menjadi modal pada faktor lingkungan yang dapat mengurangi kecemasan pada lansia.Pengkajian tingkah laku termasuk kedalam mendefinisikan tingkah laku, frekuensinya, durasi, dan faktor presipitasi atau triggers. Ketika terjadi perubahan perilaku, ini sangat penting untuk dianalisis.
i.               Kemampuan fungsional
j.               Pengkajian fungsional pada pasien lansia bukan batasan indokator dalam kesehatan jiwa. Dibawah ini merupakan aspek-aspek dalam pengkajian fungsional yang memiliki dampak kuat pada status jiwa dan emosi.
k.             Mobilisasi Pergerakan dan kebebasan sangat penting untuk persepsi kesehatan pribadi lansia. Hal yang harus dikaji adalah kemampuan lansia untuk berpindah di lingkungan, partisipasi dalam aktifitas penting, dan mamalihara hubungan dengan orang lain. Dalam mengkaji ambulasi , perawat harus mengidentifikasi adanya kehilangan fungsi motorik, adaptasi yang dilakukan, serta jumlah dan tipe pertolongan yang dibutuhkan. Kemampuan fungsi
l.               Activities of Daily Living
m.           Pengkajian kebutuhan perawatan diri sehari-hari (ADL) sangat penting dalam menentukan kemampuan pasien untuk bebas. ADL ( mandi, berpakaian, makan, hubungan seksual, dan aktifitas toilet) merupakan tugas dasar. Hal ini sangat penting dalam untuk membantu pasien untuk mandiri sebagaimana penampilan pasien dalam menjalankan ADL.
n.             The Katz Indeks Angka Katz indeks dependen dibandingkan dengan independen untuk setiap ADL seperti mandi, berpakaian, toileting, berpindah tempat , dan makan. Salah satu keuntungan dari alat ini adalah kemampuan untuk mengukur perubahan fungsi ADL setiap waktu, yang diakhiri evaluasi dan aktivitas rehabilisasi.
o.             Fungsi Fisiologis
p.             Pengkajian kesehatan fisik sangat penting pada pasien lansia karena interaksi dari beberapakondisi kronis, adanya deficit sensori, dan frekuensi tingkah laku dalam masalah kesehatan jiwa. Prosedur diagnostic yang dilakukan diantaranya EEG, lumbal; funksi, nilai kimia darah, CT Scandan MRI. Selain itu, nutrisi dan pengobatan medis juga harus dikaji
q.             Nutrisi Beberapa pasien lansia membutuhkan bantuan untuk makan atau rencana nutrisi diet. Pasien lansia yang memiliki masalah psikososial memiliki kebutuhan pertolongan dalam makan dan monitor makan. Perawat harus secara rutin mengevaluasi kebutuhan diet pasien. Pengkajian nutrisi harus dikaji lebih dalam secara perseorangan termasuk pola makan rutin, waktu dalam sehari untuk makan, ukuran porsi, makanan kesukaan dan yang tidak disukai.
r.              Pengobatan Medis Empat faktor lansia yang beresiko untuk keracunan obat dan harus dikaji yaitu usia, polifarmasi, komplikasi pengobatan, komorbiditas.
s.              Penyalahgunaan Bahan-bahan Berbahaya
t.              Seorang lansia yang memiliki sejarah penyalahgunaan alcohol dan zat-zat berbahaya beresiko mengalami peningkatan kecemasan dan gangguan kesehatan lainnya apabila mengalamikehilangan dan perubahan peran yang signifikan. Penyalahgunaan alcohol dan zat-zat berbahaya lainnya oleh seseorang akan menyebabkan jarak dari rasa sakit seperti kehilangan dan kesepian.
u.             Dukungan Sosial
v.             Dukungan positif sangat penting untuk memelihara perasaan sejahtera sepanjang kehidupan, khususnya untuk pasien lansia. Latar belakang budaya pasien merupakan faktor yang sangat penting dalam mengidentifikasi support system. Perawat harus mengkaji dukungan social pasien yang ada di lingkungan rumah, rumah sakit, atau di tempat pelayanan kesehatan lainnya. Keluarga dan teman dapat membantu dalam mengurangi shock dan stres di rumah sakit.
w.           Interaksi Pasien- Keluarga
x.             Peningkatan harapan hidup, penurunan angka kelahiran, dan tingginya harapan hidup untuk semua wanita yang berakibat pada kemampuan keluarga untuk berpartisipasi dalam pemberian perawatan dan dukungan kepada lansia. Kebanyakan lansia memiliki waktu yang terbatas untuk berhubungan dengn anaknya. Masalah perilaku pada lansia kemungkinan hasil dari ketiakmampuan keluarga untuk menerima kehilangan dan peningkatan kemandirian pada anggota keluarga yang sudah dewasa.

B.            Diagnosa Keperawatan
1.             Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain
2.             Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri
3.             Ketidakefektifan koping
4.             Risiko perlemahan martabat
5.             Risiko gangguan identitas pribadi
6.             Risiko cedera




C.           Intervensi Keperawatan
Resiko Perilaku kekerasan terhadap diri sendri.
NOC
NIC
Definisi :
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
Batasan karakteristik :
1.      Memperlihatkan permusuhan
2.      Mendekati orang lain dengan ancaman
3.      Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4.      Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
5.      Mempunyai rencan untuk melukai

1.      Self multilation
2.      Impuls self control

Kriteria Hasil :
1.      Dapat menahan diri mencederai diri sendiri
2.      Intervensi awal untuk mencegah respon agresif diperintahkan halusinasi
3.      Pasien dapat mengartikan sentuhan sebagai ancaman
4.      Mencegah kemungkinan cedera pasien atau orang lain karena adanya perintah dari halusinasi
5.      Perawat harus jujur pada pasien sehingga pasien menyadari suara itu tidak ada
6.      Keterlibatan pasien dalam kegiatan interpersonal, akan menolong klien kembali dalam realitas.
Behavior Management : Self Harm
1.      Dorong pasien untuk mengungkapkan secara verbal konsekuensi dari perubahan fisik dan emosi yang mempengaruhi konsep diri
2.      Pertahankan lingkungan dalam tingkat stimulus yang rendah
3.      Ciptakan lingkungan psikososial
4.      Kembangkan orientasi kenyataan
5.      Singkirkan semua benda berbahaya
6.      Lingdungi klien dan keluarga dari bahaya halusinasi
7.      Tingkatkan peran serta keluarga pada tiap perawatan dan jelaskan prinsip-prinsip tindakan pada halusinasi
8.      Salurkan perilaku merusakan merusak pada kegiatan fisik
9.      Lakukan fiksasi bila perlu
10.  Berikan obat-obatan antipsikotik.  Yang sesuai dengan yang dapat menurunkan kecemasan dan menstabilkan mood dan menurunkan stimulasi kekerasan terhadap diri sendiri.
Impuls Control Training
1.      Ajarkan pasien penggunaan tindakan menenangkan diri (nafas dalam)
Resiko perilaku kekerasan terhadap orang lain
NOC
NIC 
Definisi : berisiko melakukan perilaku, yakni individu menunjukan bahwa ia dapat membahayakan orang lain secara fisik, emosional, dan / atau seksual.
Faktor resiko
1.             Ketersediaan senjata
2.             Bahsa tubuh ( misalnya sikap tubuh kaku/ rigid, mengepalkan jari dan rahang terkunci, hiperaktifitas, denyut jantung cepat, nafas terengah-engah , cara berdiri mengancam )
3.             Kerusakan kognitip ( misalnya, ketunadayaan belajar, gangguan deficit  perhatian, penurunan pungsi intelektual )
4.             Kejam pada hewan
5.             Menyalakan api
6.             Riwayat penganiyaian pada amasa kanak-kanak
7.             Riwayat melakukan kekerasan tak langsung ( misalanya, merobek pakaian, membanting objek yang tergantung pada didnding, berkemih di lantai , defekasi di lantai, mengetuk-ngetuk kaki, berteriak, melempar objek, memecah jendela, banting pintu, agresif seksual)
8.             Riwayat penyalahgunaan zat
9.             Riwayat ancaman kekerasan
10.         Riwayat menyaksikan perilaku kekerasan dalam keluarga
11.         Riwayat perilaku kekeasan terhadap orang lain
12.         Riwayat perilaku kekerasan antisocial ( misalnya mencuri, memaksa meminjam , memaksa meminta hak istimewa,memaksa menggangu pertemuan, menolak untuk makan, menolak minum obat dan meolak instruksi)
13.         Impulsive
14.         Pelanggaran kendaraan bermotor (misalanya, sering malanggar rambu lalu lintas, mengguanakan kendaraan bermotor untuk melepaskan kemarahan)
15.         Gangguan neorologis (misalanya EEG positif, CT,MRI, temuan neorologis trauma kepala, gangguan kejang) Perilaku bunuuh diri
1.      Abuse protection
2.      Impulse self control
Kreterian hasil
1.      Dapat mengidentifikasi factor yang menyebabkan perilaku kekerasan
2.      Dapat mengidentifikasi cara alternative untuk mengatasi masalah
3.      Dapat mengidentifikasi system pendukung di komunitas
4.      Tidak menganiaya orang lain secara fisik, emosi atau seksual
5.      Dapat menahan diri dari mengahancurkan barang-barang milik orang lain
6.      Dapat mengidentifikasi kapan marah, prustasi atau merasa agresif
Behapior management
1.          Tahan/mengontrol pasien bertanggung jawab atas / perilakunya
2.          Komunikasikan tentang harapan bahwa pasien akan mempertahankan control / kondisinya
3.          Konsultasikan dengan keluarga untuk menetapkan data dasar kognitif paien
4.          Tetepkan batas dengan pasien
5.          Menahan diri dari berdebat atau tawar menewar mengenai batas yang di tetapkan dengan pasien
6.          Menetapkan rutinitas
7.          Menetapkan pergeseran- pergeseran ke-konsistensi dalam lingkungan dan rutinitas keperawatan
8.          Mengunakan pengulangan secara konsisten dapat rutinitas kesehatan sebagai cara menetapkan mereka
9.           Menghindari gangguan  peningkatan aktivitas fisik, yang sesuai
10.      Membatasi jumlah perawat memamfaatkan suara, berbicara lembut rendah
11.      Menghindari kesendirian pasien mnegarahkan perhatian dari sumber agitasi
12.      Menghindari dari memproyeksikan gambar mengancam
13.      Menghindari berdebat dengan pasien
14.      Mengabaikan perilaku yang tidak pantas
15.      Mencegah perilaku agresig-pasif
16.      Pujian upaya pengendalian diri
17.      Mengobati seperlunya
18.      Meberapkan pergelangantangan/kaki/hambatan dada, yang di perlukan   
Resiko pelemahan martabat
NOC
NIC
Definisi :
Beresiko terhadap persepsi kehilangan rasa hormat dan kehormatan
Batasan karakteristik :
1.      Keganjilan budaya
2.      Pengungkapan informasi rahasia
3.      Pemanjanan tubuh
4.      Ketidakseimbangan partisipasi dalam pembuatan keputusan
5.      Kehilangan kendali fungsi tubuh
6.      Merasa tidak diperlukan secara manusiawi
7.      Merasa terhina
8.      Merasa terganggu oleh prktisi
9.      Merasa invasi terhadap privasinya
10.  Label yang menstigma Penggunaan istilah medis yang membingungkan.
1.      Human Dignity , risk for compromised
Krtiteria  Hasil :
1.      Pelanggaran pemulihan
2.      Penerimaan : kondisi kesehatan
3.      Mampu beradaptasi dengan kecatatan fisik
4.      Citra tubuh
5.      Usus kontinensia 
6.      Kepuasaan klien : peduli : tingkat persepsi positif perhatikan perawat terhadap klien
7.      Kepuasan klien : pemenuhan kebutuhan budaya
8.      Kepuasan klien : perlindungan  hak : tingkat persepsi posititif perlindungan hak moral klien yang diberikan oleh perawat
9.      Mempertahankan privasi dan kerahasian klien terjaga
10.  Kepuasan klien : perawatan psikologis
11.  Nyaman/tenang kematian
12.  Fungsi keluarga
13.  Kondisi social keluarga
14.  Partisipasi dalam pengambilan keputusan
15.  Deteksi resiko Menghargai diri.
patient Rights Protection
1.      Berikan pasien dalam dokumen “Hak Pasien”
2.      Berikan privasi (missal tirai tertutup penuh, selimuti pasien) selama aktivitas hygine, eliminasi berpakaian dan selama prosedur pengobatan
3.      Lindungi kerahasiaan informasi kesehatan pasien
4.      Jangan pernah mendesak atau memaksa (missal: menggunakan taktik menaku-nakuti) pasien untuk menyetujui tindakan
5.      Harga harapan yang diungkapkan dalam surat wasiat pasien (atau arahan lanjut perawatan pasien)
6.      Bantu atasi situasi yang melibatkan asuhan yang tidak aman atau tidak adekuat
7.      Bekerja sama dengan dokter dan tenaga administrasi rumah sakit untuk menghormati harapan pasien dan keluarga
8.      Hargai permintaan tertulis DNR (do not resuscitate) atau menolak
9.      Tentukan siapa yang secara hokum bertanggung jawab memberi persetujuan terapi.















BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa skizofrenia adalah suatu gangguan yang ditandai dengan regresi dan primitif, afek yang tidak sesuai, serta menarik diri secara ekstrim dari hubungan sosial. Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi kronis dan gawat ketika muncul pada usia lasia dan lanjut usia karena menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial budaya. Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya sekitar satu persen dari kelompok lanjut usia.

B.            Saran
Diharapkan para tenaga kesehatan baik yang dibidang pendidikan maupun dilapangan secara langsung mampu melakukan dan menerapkan proses keperawatan pada klien skizofrenia sesuai dengan disiplin ilmu teori maupun praktik klinik secara komprehensif dan berdasarkan epidenbase.
Diharapkan para tenaga kesehatan dimanapun dan kapanpun bisa menjalin komunikasi dan koordinasi yang baik dengan klien, keluarga da tim medis lainnya demi  tercapainya asuhan keperawatan yang berkwalitas dan dapat dipertanggung jawabkan.



DAFTAR PUSTAKA
Maslim, Rusdi dr. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan dari PPDGJ III Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya, Jakarta, 2001
Kaplan, HI, Sadoc BJ, Greb JA, Skizofrenia, dalam : Sinopsis Psikiatri, Edisi 7 Volume 1, Bina Rupa Aksara, 1997
Huda nur arif amin dan Kusuma hardhi,2013,Asuahan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC,Mediaction,Jilid 2,Jakarta.